Sabtu, 24 November 2012

MOS Sebaiknya Tidak (M)embuat (O)rang-tua (S)tress


Siapa yang menyangka kalau Masa Orientasi Siswa ( MOS ) yang dijalani Roy Aditya perkasa, siswa baru disebuah SMA Negeri di Provinsi Jawa timur akan berujung pada kematian. Ditengarai karena tingkat stress yang tinggi akibat beban tugas yang diberikan sekolah terlalu berat Roy akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada hari kedua pelaksanaan MOS di sekolah tersebut. Peristiwa itu sontak menyedot perhatian publik. Keberadaan MOS sebagai kegiatan “wajib” di sekolah-sekolah dalam menerima siswa baru kembali digugat. Berbagai media kala itu juga mengangkat kasus tersebut sebagai Headline di Koran dan majalah mereka.
Meskipun peristiwanya sudah berlangsung lama, tepatnya tiga tahun yang lalu, namun tidak berlebihan kalau persoalan ini kembali diangkat mengingat tahun ajaran baru 2012/2013 akan dimulai. Itu berarti siswa baru akan menjalani Masa Orientasi Siswa sedikitnya tiga hari sebelum mereka secara resmi diterima menjadi warga di lingkungan sekolah yang mereka pilih.
Jadi kalau tulisan ini mengulas kembali tentang keberadaan MOS ditinjau dari berbagai aspek, termasuk kerisauan orang-tua akan keselamatan anak-anak mereka, anggaplah ini sebagai wujud partisipasi dan kerinduan kita terhadap kegiatan MOS yang berkualitas dan memiliki nilai edukasi tinggi.
Bukan mengada-ada, meskipun tidak sampai merenggut nyawa, fakta di lapangan setiap tahun kita masih melihat betapa ajang MOS kerapkali dimanfaatkan oleh para senior untuk “mengerjai” adik kelas mereka. Setidaknya dari atribut yang harus dikenakan sampai kepada tugas- tugas yang dibebankan yang terbilang aneh jelas mengindikasikan betapa superior kakak-kakak kelas masih mendominasi dalam setiap MOS yang diselenggarakan sekolah-sekolah.
Padahal mengacu kepada permendiknas no.39 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan pada Bab Satu dijelaskan bahwa tujuan pembinaan siswa harus memenuhi empat point yaitu : Pertama, mengembangkan potensi optimal siswa. Kedua, memantapkan kepribadian siswa untuk ketahnan sekolah. Ketiga, Mengaktualisasikan potensi siswa sesuai bakat dan minat. Serta ke empat, menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia.
Dari ke empat point di atas jelas menunjukkan betapa tindak kekerasan tidak memiliki tempat dalam proses pembinaan siswa termasuk dalam pelaksanaan MOS. Tindak kekerasan dimaksud bukanlah semata-mata ditujukan kepada bentuk kekerasan fisik saja melainkan lebih jauh lagi menyentuh kekerasan secara psikis.
Kekerasan psikis dalam konteks ini bisa dimaknai sebagai beban tugas yang diluar kewajaran dan terkesan mengada-ada. Sau contoh, tugas mendapatkan sekian banyak tanda-tangan senior dan berbagai elemen sekolah lainnya. Tugas ini meski terlihat sederhana tapi impikasinya tidak jarang membuat siswa baru menjadi stress. Betapa tidak, selain tanda-tangan yang dikumpulkan harus memenuhi angka kecukupan yang ditetapkan panitia tingkah-polah orang-orang yang dimintai tanda tangan juga selalu over. Memberi tugas macam-macam, njelimet , dan tidak jarang ngawur sebelum mengabulkan permintaan mereka. Jadi hanya untuk memburu satu tanda-tangan, seorang siswa harus bersusah-payah menguras energi yang besar. Padahal relevansinya dengan tujuan pendidikan menciptakan generasi yang cinta ilmu dan memiliki budi pekerti nyaris tidak kelihatan kecuali dalih usang, menjajal ketahanan mental mereka.
Selain daripada itu hal lain yang perlu diperhatikan terkait pelaksanaan MOS adalah Jadual acara yang dikemas panitia MOS. Sulit menafikan mayoritas sekolah lebih memilih copy-paste kegiatan MOS dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada terobosan maupun inovasi baru yang dianggap mampu membuang rasa jenuh siswa. Karena kebanyakan acara MOS biasanya bersifat in door dan diisi dengan ceramah yang terkesan monoton. Pengalaman belajar yang menyenangkan ( Fun learning ) hampir tidak mereka dapatkan. Ini tentu harus dirubah jika sekolah memang menginginkanbrand image yang baik tertanam di benak siswa baru terhadap sekolah baru mereka.
Solusinya tidaklah terlalu sulit. Cukup dengan mengangkat hal-hal aktual terkait dengan pengalaman hidup yang mereka rasakan sehari-hari seperti : Kenakalan remaja, pengaruh sex bebas terhadap kejiwaan, tertib berlalu-lintas, damfak negatif-positif IT, dan lain sebagainya.
Kesemua thema di atas manakala dikemas dengan baik dan profesional baik itu dari sudut penyampaian yang didukung oleh fakta dan data dalam bentuk slide dan film documenter, maupun pemateri yang kredibel dengan menghadirkan secara langsung ahli yang pakar di bidangnya seperti : Polisi, dokter, pelaku media, psikolog , dan lain-lain, tidak bisa tidak akan membawa pengaruh positif kepada siswa mengingat apa yang mereka dengar sinkron dengan apa yang mereka lihat.
Aspek sinkronisasi merupakan kata kunci dalam proses pembinaan siswa. Kita sekali-kali tidak boleh memandang remeh hal ini. Remaja sekarang tumbuh dan besar di tengah kemajuan tekhnologi yang sedemikian canggihnya. Dalam bebeapa hal terkadang mereka jauh lebih pintar dari guru maupun orang tuanya. Olehkarena itu menceramahi mereka dengan nilai-nilai kebaikan tanpa dibarengi data akurat maupun fakta yang nyata hanya akan membuat mereka apatis, skeptis bahkan menuding kita sebagai pendongeng pengantar tidur. Sehingga untuk bisa didengar dan dipatuhi sinkronisasi antara ucapan dan perbuatan mutlak ditunjukkan secara nyata dan berkesinambungan.
Begitu pula dalam mengajarkan nilai-nilai social kemasyarakatan. Tidak bisa hanya sebatas teori. Kita harus mengimplementasikannya dalam bentuk praktek lapangan . Mengumpulkan dana atau barang-barang bekas layak guna misalnya. Bisa dilakukan dengan melibatkan siswa dalam penyaluran secara langsung ke orang yang membutuhkan. Cara ini dipandang efektif dalam membangun rasa solidaritas anak terhadap sesama karena mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri tentang sisi lain dari kehidupan yang mungkin tidak pernah mereka bayangkan.
Selain daripada itu berbagai kegiatan positif lainnya bisa dilakukan selama pelaksanaan MOS seperti : membawa siswa membersihkan sungai, mengorek got, atau berkunjung dan berdialog dengan masyarakat pinggiran yang secara manusiwi dan ekonomis termarjinalkan.
Aktivitas ini baik langsung maupun tidak jelas sangat membantu tugas guru dalam mengajarkan kebaikan budi pekerti kepada anak didik. Dimana guru tidak lagi perlu bercerita panjang lebar tentang manfaat sungai bagi kehidupan karena mereka sudah melihat langsung kerusakan sungai yang ada. Demikian pula beratnya mengorek parit yang busuk dan kotor akan menyadarkan mereka tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan tanpa guru harus berceramah berjam-jam lamanya. Begitupun tentang pentingnya mensyukuri nikmat. Dari interaksi yang mereka lakukan meskipun tidak lama sedikit banyak akan menggugah akal sehat anak ternyata masih banyak orang lain yang lebih menderita dibanding kehidupan yang mereka jalani. Hal ini pada gilirannya akan mendorong anak untuk mampu menghormati orang lain meskipun dari strata social yang berbeda.
PENUTUP
Terlepas dari sisi negatif dan positifnya, pertanyaan mendasar kita adalah perlukah kegiatan MOS dihentikan ? Jawabannya tentu tidak. MOS tetap diperlukan sebagai langkah awal pengenalan lingkungan sekolah bagi murid baru. Selain itu MOS juga dinilai efektif dalam membantu siswa berinteraksi baik dengan siswa lama maupun yang baru. Unsur yang dipandang sangat membantu bagi kelancaran dan kenyamanan mereka selama menuntut ilmu di sana.
Akan tetapi sistem atau pelaksanaannyalah yang perlu dimodifikasi. Bagaimana memastikan susunan acara yang dipilih benar-benar selektif dan berkualitas serta tersetting dalam format acara yang tertata rapi. Jauh dari budaya penggojlokan atau unjuk kekuatan. Sehingga pada gilirannya siswa menjadi termotivasi dan memiliki spirityang tinggi untuk belajar. Disamping tentu bagaimana mengkondisikan lingkungan sekolah menjadi lingkungan yang nyaman dan kondusif penuh nuansa kebersamaan dan kekeluargaan.
Jika ini yang berhasil dimunculkan, maka makna sejati dari MOS sebagai Masa Orientasi siswa dipastikan sudah tercapai dengan baik. Sebaliknya jika tidak, maka Terminologi MOS sebaiknya diganti saja dari Masa Orientasi Sekolah menjadi Masa Orangtua Stress karena kecemasan orang tua terhadap keselamatan anaknya yang begitu tinggi. Tentu saja bukan itu yang kita harapkan. Semoga pada MOS tahun ini semua fihak bisa memastikan segalanya berjalan sesuai aturan. Sehingga dengan demikian kita tidak lagi mendengar ada siswa yang menjadi korban dari program MOS yang sejatinya baik dan benar.(**)

Materi-materi Kegiatan MOS


Materi-materi yang diberikan pada kegiatan MOS selama empat hari itu adalah :
  • Pengenalan Sekolah

  • Misi dan Visi Labschool

  • Pengenalan Tata Tertib Sekolah

  • Pengenalan lingkungan dan fasilitas yang ada di sekolah

  • Cara belajar Efektif

  • Kebijakan Umum sekolah, baik Kegiatan Akademik mapun Kesiswaan

  • Pelayanan Bimbingan dan konseling

  • Achievement Motivation Training (AMT)

  • Lari pagi di lingkungan sekitar sekolah

  • Pengenalan Perpustakaan Labschool

  • School Culture

  • Respect each Other

  • Pendidikan Karakter

  • Pengenalan majalah sekolah Gema

  • Pengenalan Organisasi (OSIS) oleh Pengurus OSIS

  • Pengenalan dan  latihan PBB

  • Pengenalan Ekstra kurikuler

  • Bulying dan dampaknya bagi perkembangan mental Siswa

  • Unjuk Gigi siswa baru melalui kegiatan Pentas Seni.

Tujuan MOS


Dalam kegiatan MOS pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan MOS itu adalah :
  1. Memperkenalkan siswa pada lingkungan fisik sekolah yang baru mereka masuki

  2. Memperkenalkan siswa pada seluruh komponen sekolah beserta aturan, norma, budaya, dan tata tertib yang berlaku di dalamnya.

  3. Memperkenalkan siswa pada keorganisasian

  4. Memperkenalkan siswa untuk dapat menyanyikan lagu hymne dan mars sekolah

  5. Memperkenalkan siswa pada seluruh kegiatan yang ada di sekolah

  6. Mengarahkan siswa dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan bakat mereka

  7. Menanamkan sikap mental, spiritual, budi pekerti yang baik, tanggung jawab, toleransi, dan berbagai nilai positif lain pada diri siswa sebagai implementasi penanaman konsep iman, ilmu, dan amal

  8. Menanamkan berbagai wawasan dasar pada siswa sebelum memasuki kegiatan pembelajaran secara formal di kelas.

Minggu, 18 November 2012

ARTI LAMBANG

Arti bentuk dan warna lambang OSIS:

Bunga bintang sudut lima dan lima kelopak daun bunga

Generasi muda adalah bunga harapan bangsa dengan bentuk bintang sudut lima menunjukkan kemurnian jiwa siswa yang berintikan Pancasila. Para siswa berdaya upaya melalui lima jalan dengan kesungguhan hati, agar menjadi warga negara yang baik dan berguna. Kelima jalan tersebut dilukiskan dalam bentuk lima kelopak daun bunga, yaitu: abdi, adab, ajar, aktif, dan amal.

Buku terbuka

Belajar keras menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi, merupakan sumbangsih siswa terhadap pembangunan bangsa dan negara.

Kunci pas

Kemauan bekerja keras akan menumbuhkan rasa percaya pada kemampuan diri dan bebas dari ketergantungan pada belas kasihan orang lain, menyebabkan siswa berani mandiri. Kunci pas adalah alat kerja yang dapat membuka semua permasalahan dan kunci pemecahan dari segala kesulitan.

Tangan terbuka

Kesediaan menolong orang lain yang lemah sesama siswa dan masyarakat yang memerlukan bantuan dan pertolongan, yang menunjukkan adanya sikap mental siswa yang baik dan bertanggung jawab.

Biduk

Biduk / perahu, yang melaju di lautan hidup menuju masa depan yang lebih baik, yaitu tujuan nasional yang dicita – citakan.

Pelangi merah putih

Tujuan nasional yang dicita–citakan adalah masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sejahtera baik material maupun spiritual.

Tujuh belas butir padi, delapan lipatan pita, empat buah kapas, lima daun kapas

Pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah peristiwa penegakan jembatan emas kemerdekaan Indonesia mengandung nilai–nilai perjuangan ’45 yang harus dihayati para siswa sebagai kader penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional. Kemerdekaan yang telah ditebus dengan mahal perlu diisi dengan partisipasi penuh para siswa.

Warna kuning

Sebagai dasar lambang yaitu warna kehormatan/agung. Suatu kehormatan bila generasi muda diberi kepercayaan untuk berbuat baik dan bermanfaat melalui organisasi, untuk kepentingan dirinya dan sesama mereka, sebagai salah satu sumbangsih nyata kepada tanah air, bangsa dan negara.

Warna coklat

dapat berarti sifat kedewasaan dan sikap rela berkorban bagi tanah air.

Warna merah putih

Warna kebangsaan Indonesia yang menggambarkan hati yang suci dan berani membela kebenaran

STRUKTUR ORGANISASI

Pada dasarnya setiap OSIS di satu sekolah memiliki struktur organisasi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Namun, biasanya struktur keorganisasian dalam OSIS terdiri atas:
  • Ketua Pembina (biasanya Kepala Sekolah)
  • Wakil Ketua Pembina (biasanya Wakil Kepala Sekolah)
  • Pembina (biasanya guru yang ditunjuk oleh Sekolah)
  • Ketua Umum
  • Wakil Ketua I
  • Wakil Ketua II
  • Sekretaris Umum
  • Sektetaris I
  • Sekretaris II
  • Bendahara
  • Wakil Bendahara
  • Koordinator Bidang (Korbid) dan Seksi Bidang (Sekbid) sebagai pembantu Korbid dalam mengurus setiap kegiatan siswa yang berhubungan dengan tanggung jawab bidangnya.
Dan biasanya dalam struktur kepengurusan OSIS memiliki beberapa pengurus yang bertugas khusus mengkoordinasikan masing-masing kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah.

WAWASAN WIYATA MANDALA

Dengan memperhatikan kondisi sekolah dan masyarakat dewasa ini yang umumnya masih dalam taraf perkembangan, maka upaya pembinaan kesiswaan perlu diselenggarakan untuk menunjang perwujudan sekolah sebagai Wawasan Wiyatamandala.
Berdasarkan surat Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah nomor: 13090/CI.84 tanggal 1 Oktober 1984 perihal Wawasan Wiyatamandala sebagai sarana ketahanan sekolah, maka dalam rangka usaha meningkatkan pembinaan ketahanan sekolah bagi sekolah-sekolah di lingkungan pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen pendidikan dan kebudayaan, mengeterapkan Wawasan Wiyatamandala yang merupakan konsepsi yang mengandung anggapan-anggapan sebagai berikut:
  • Sekolah merupakan wiyatamandala (lingkungan pendidikan) sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan-tujuan diluar bidang pendidikan.
  • Kepala sekolah mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan seluruh proses pendidikan dalam lingkungan sekolahnya, yang harus berdasarkan Pancasila dan bertujuan untuk:
    1. meningkatkan ketakwaan teradap Tuhan yang maha Esa,
    2. meningkatkan kecerdasan dan keterampilan,
    3. mempertinggi budi pekerti,
    4. memperkuat kepribadian,
    5. mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
  • Antara guru dengan orang tua siswa harus ada saling pengertian dan kerjasama yang baik untuk mengemban tugas pendidikan.
  • Para guru, di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, harus senantiasa menjunjung tinggi martabat dan citra guru sebagai manusia yang dapat digugu (dipercaya) dan ditiru, betapapun sulitnya keadaan yang melingkunginya.
  • Sekolah harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya, namun harus mencegah masuknya sikap dan perbuatan yang sadar atau tidak, dapat menimbulkan pertientangan antara kita sama kita.
Untuk mengimplementasikan Wawasan Wiyatamandala perlu diciptakan suatu situasi di mana siswa dapat menikmati suasana yang harmonis dan menimbulkan kecintaan terhadap sekolahnya, sehingga proses belajar mengajar, kegiatan kokurikuler, dan ekstrakurikuler dapat berlangsung dengan mantap.
Upaya untuk mewujudkan Wawasan Wiyatamandala antara lain dengan menciptakan sekolah sebagai masyarakat belajar, pembinaan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra-kurikuler, serta menciptakan suatu kondisi kemampuan dan ketangguhan yakni memiliki tingkat keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan yang mantap.

Latar belakang berdirinya OSIS

Tujuan nasional Indonesia, seperti yang tercantum pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dan secara operasional diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pembangunan Nasional dilaksanakan di dalam rangka pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari Pembangunan Nasional. Di dalam garis-garis besar haluan Negara ditetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Garis-garis Besar Haluan Negara juga menegaskan bahwa generasi muda yang di dalamnya termasuk para siswa adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945.
Mengingat tujuan pendidikan dan pembinaan generasi muda yang ditetapkan baik di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 maupun di dalam garis-garis besar Haluan Negara amat luas lingkupnya, maka diperlukan sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang merupakan jalur pendidikan formal yang sangat penting dan strategis bagi upaya mewujudkan tujuan tersebut, baik melalui proses belajar mengajar maupun melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.